Kabupaten Bima, NTB.- Andries Supriyanto (56) warga RT 10 RW 05 dusun Sarae, Desa Rabakodo, Kecamatan Woha. Sudah 9 tahun berbaring di tempat tidur, setalah mengalami musibah tabrak lari di Kecamatan Wera, saat dirinya bekerja sebagai pegawai Pegadean.
Suami dari Sri Winarni ditabrak oleh sepeda motor di wilayah Kecamatan Wera, Kabupaten Bima 9 tahun yang lalu, saat itu masih aktif bekerja sebagai pegawai Pegadean.
Karena ditabrak lari, pelaku yang menabrak pun, hingga sampai saat ini tidak diketahui identitasnya, korban yang saat itu mengalami kritis, baru ditemukan dan diselamatkan oleh masyarakat setelah berjam-jam tergeletak di TKP.
“Korban sempat koma, mulai saat itulah beliau ini mengalami sakit, mengalami kelumpuhan dan hilang suaranya,” Jelas Camat Woha Irfan HM. Noer, S. Sos, Jumat, (17/12/2021).
Setelah peristiwa itu, korban bahkan pernah dilakukan operasi juga, berbagai upaya lain pun juga sudah, namun tidak membuahkan hasil sama sekali. Ditengah keterbatasan biaya akibat tidak ada pamasukan, sehingga memutuskan untuk rawat di rumah saja.
“Istri dan keluarganya sudah melapor juga ke Polisi saat itu, tujuannya agar mendapatkan Bantuan Jasa Raharja dan bantuan dari Kantor nya, namun tidak ada penyelesaian akibat tidak ada saksi dan keterangan yang bisa diungkap, sehingga sampai sekarang istri dan keluarga tidak mendapatkan apa-apa,” Kata dia.
Karena kondisi perekonomian keluarga sudah tidak memungkinkan lagi untuk membiayai penyakit diderita, sehingga sang istri (Sri Winarni) berkeinginan menjadi TKW di luar Negeri, namun sebelum itu pernah cerita dan meminta saran pendapat ke Irfan HM. Noer, S. Sos, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bidang di Kesbangpolinmas Kabupaten Bima.
“Istrinya menyampaikan dan mengajukan permohonan ingin bekerja sebagai TKW luar Negeri, dengan harapan bisa mendapatkan uang untuk membiayai pengobatan suaminya, tapi saya melarang karena kondisi suaminya yang dalam kondisi lumpuh tidak ada yang mengurus di rumah,” Ujar dia.
Mendengar cerita istri korban, Irfan yang saat itu merasa prihatin terhadap peristiwa naas menimpa keluarga dari desa Rabakodo tersebut, sehingga pada saat itu, untuk biaya obat-obatan setiap bulannya disanggupi.
“Saat istrinya bertemu saya 3 tahun lalu, untuk biaya obat-obatnya tiap bulan akan ditanggung, dan saya meminta untuk diinformasikan setiap obat hampir habis,” Kata dia.
Namun seiring berjalannya waktu, kondisi korban semakin parah, harus diobati tindak lanjut, tapi sayang, sampai sekarang belum memiliki kartu BPJS dan menjadi terkendala, dari pihak keluarga menginginkan dibuatkan BPJS Mandiri, tapi karena harus dibayar minimal Rp2 juta rupiah, semangat istri dan keluarganya untuk berobat terkubur lagi.
“kemarin waktu saya jenguk di rumahnya, sudah sarankan istri dan keluarganya urus semua persyaratan pembuatan BPJS Mandiri, soal pembayaran Rp2 juta, saya berjanji akan membantu, semoga selalu diberikan kesehatan dan kekuatan oleh Allah,” Kata dia.
Saat menjabat sebagai Camat Woha, istrinya tetap mendatangi baik di rumah maupun di kantor untuk menyampaikan kekurangan obat yang tiap bulan harus terpenuhi demi kesehatan korban
“Insya Allah setiap bertemu istrinya, tetap saya upayakan berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan obat-obat yang dibutuhkan tiap bulan,” Kata dia.
Sekarang kondisi keluarga kita bersama ini sangat memprihatinkan sampai punggungnya pun sudah mengalami luka, bayangkan 9 tahun berbaring tidak bisa apa-apa, salah satu cara untuk berobat harus dirujuk ke rumah sakit Provinsi.
“Saya sudah berkoordinasi dengan Pak Muhtar lewat Lembaga sosialnya, untuk memfasilitasi ke rumah sakit Provinsi, kami bekerja sama akan menyanggupi untuk pembayaran selama pengobatan,” Tutup dia, (red).