>head>

Pacoa Jara di Bima Sudah Dikenal Sejak Abad XX

Pacuan kuda di Panda Kabupaten Bima

Pacoa Jara atau disebut juga dengan Pacuan Kuda, merupakan permainan tradisional masyarakat Kabupaten Bima yang masih lestari sampai sekarang. Permainan ini memerlukan kuda yang kuat dan ketangkasan joki untuk berlaga di arena pacuan. Sekarang permainan Pacoa Jara sudah menjadi kalender rutin Pemerintah Kabupaten Bima untuk dilombakan.

Permainan Pacoa Jara di Bima sudah dikenal sejak abad XX. Bermula dari Komandan Kavaleri Kesultanan Bima yang bergelar Bumi Jara Nggampo, menyeleksi kuda untuk Kesultanan sebagai kuda perang. Waktu itu, kuda diadu kekuatan dan kecepatannya dilakukan di pinggir pantai.

Pacuan Kuda mulai dilaksanakan pada era Pemerintah Hindia Belanda, yakni pada bulan Agustus 1927. Kegiatan perdana ini hanya dilakukan oleh kalangan bangsawan dan penduduk Bangsa Eropa untuk merayakan hari kelahiran Ratu Wilhemina (1890-1948). Sejak saat itu, Pacoa Jara berkembang menjadi budaya baru masyarakat Bima dan sebagi permainan tradisional yang rutin diadakan setiap tahun.

Dalam hal Pacoa Jara di Kabupaten Bima, menggunakan sistem gugur. Bagi kuda yang kalah dalam pacu kuda maka tidak diperkenankan untuk mengkiti pertandingan selanjutnya. Sementara para pemenangnya akan bertanding lagi sampai menghasilkan juara.

Selain peraturan yang mengatur teknik bermain Pacoa Jara, ada pula peraturan yang mengklasifikasikan kuda-kuda pacuan dalam kelas-kelas tertentu berdasarkan kondisi fisik serta kemampuan yang dimilikinya.

Kuda adalah identitas masyarakat Bima yang secara turun temurun menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Menurut ibunda Hj. Siti Maryam atau biasa dipanggil Ruma Mari menyebut kuda bagi masyarakat Bima adalah bagian dari keluarga, yang menemani mereka dalam beraktifitas di wilayah Bima yang secara geografis berbukit-bukit.

Sejak dahulu, kuda bima sangat tersohor di Nusantara, bahkan tercatat dalam buku Negara kertagama sejak abad ke XII masehi kuda Bima sudah mengambil bagian dalam memperkuat armada kavaleri pasukan kerajaan Kediri, Singosari sampai Kerajaan Majapahit.

Selain karena kekuatannya, Kuda Bima juga dikenal dengan ketangkasannya, sehingga sejak zaman kerajaan, kuda Bima sudah sering dilombakan dalam event-event pacuan kuda atau dalam bahasa Bima biasa disebut Pacoa Jara.

Saking pentingnya keberadaan Kuda Bima sebagai sebuah simbol kekuatan dan ketangkasan yang di adu dalam sebuah seremonial Pacoa Jara secara tradisional maka pemerintah pun menetapkan event Pacoa Jara sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Nasional tahun 2016.

Kalau di Pulau Sunda dikenal dengan Kuda Sandel Wood, maka Bima dikenal dengan Kuda Anjing atau Jara Poro. Disebut kuda anjing karena kudanya kecil-kecil, dengan tinggi kurang lebih 1 meter.

Pacuan kuda (pacoa jara) sudah menjadi tradisi masyarakat Bima. Acara pacuan kuda dilaksanakan setiap empat kali dalam setahun, yaitu dalam rangka Bupati Bima Cup (April), hari jadi Bima (Juli), perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia (Oktober), dan untuk memeriahkan hari ulang tahun NTB (Desember).

Acara pacuan kuda dilaksanakan di Arena Pacuan Kuda Desa Panda, Kecamatan Palibelo, yang berjarak 6 km dari Ibu Kota Kabupaten Bima. Event ini disaksikan ratusan bahkan ribuan penonton yang datang dari berbagai pelosok desa.

Kuda yang mengikuti lomba adalah kuda asal Bima dengan joki cilik berusia 6 hingga 9 tahun. Mereka berpacu tanpa menggunakan pelana. Dalam beberapa kesempatan, diundang juga kuda-kuda dari Sumbawa, Lombok, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk ikut berlomba. (Man).

 

>head>
0 0 votes
Beri Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
Lihat semua komentar
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
.